Translate

Rabu, 14 Agustus 2013

KEBOHONGAN SBY DI PICU OLEH SISTEM YAHUDI

Semasa menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad dikenal sebagai tokoh yang amat disegani baik di kawasan Asia maupun di tingkat dunia. Pernyataan-pernyataannya yang keras terhadap ketidakadilan yang terjadi di dunia seringkali membuat panas telinga Amerika Serikat.
Belum lagi kebijakan ekonominya yang mampu membuat Malaysia bangkit menjadi negara yang sangat diperhitungkan di kawasan Asia pasifik. Kehebatan Mahathir terbukti membawa Malaysia mampu bertahan melewati krisis finansial yang terjadi di tahun 1997-1998 dan bangkit menjadi New Emerging Forces. Berkat prestasinya ini Mahathir kemudian mendapat julukan sebagai Little Soekarno.
Serupa dengan Mahathir Mohammad, SBY pun dipenuhi oleh “prestasi” yang membanggakan. Kemampuannya untuk memberangus lawan-lawan politiknya adalah bukti betapa piawainya SBY memainkan jurus-jurus muslihat politiknya. Sebut saja Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu yang diganjal untuk naik sebagai Panglima TNI ketika itu. Alih-alih Ryamizad, SBY malah memilih rekan seangkatannya (sesama lulusan Angkatan 1973) yaitu Marsekal Djoko Suyanto untuk menggantikan Endriartono Sutarto menjadi Panglima TNI.
Demikian pula kasus Antasari Azhar dimana Cirus Sinaga, yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus Gayus, berperan menjadi Penuntut Umum dalam kasus Antasari. Antasari Azhar harus menerima buah akibat dari keberhasilannya memenjarakan besan SBY Aulia Pohan
Selain itu, apa yang dilakukan oleh SBY terhadap Sri Sultan HBX dengan RUUK Yogyakarta juga masih diimani dengan semangat yang sama. Semangat untuk menghabisi lawan-lawan poltiknya. Demikian pula dengan aksi spanduk besar-besaran yang dilakukan oleh Gerakan Anti Din Syamsuddin untuk memojokkan Din Syamsuddin adalah upaya black campaign yang diniatkan untuk memecah belah sekaligus medelegitimasi upaya Tokoh Lintas Agama dalam upayanya memperbaiki negeri ini.
Begitu pula dengan kasus penangkapan anggota DPRRI terkait kasus Miranda Gate lebih terkesan tebang pilih. Beberapa anggota DPRRI dari Fraksi PDIP yang ditangkap adalah mereka yang masuk kelompok Megawati yang kontra SBY. Ujung-ujungnya sudah bisa dipastikan mereka akan terkena pergantian antar waktu untuk diganti oleh orang-orangnya Taufik Kiemas yang pro SBY. Sedang penangkapan anggota DPRRI dari Partai GOLKAR yang terlibat Miranda Gate adalah sebuah warning terhadap Aburizal “Ical” Bakrie agar tetap tertib dalam barisan setgab koalisi Partai pendukung SBY.
Perlakuan terhadap aktivis juga beda-beda tipis dengan apa yang dilakukan Soeharto semasa berkuasa. Adalah Syahrul ditangkap tanpa sengaja saat polisi menggelar razia lalu lintas di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu (12/1 2011) lalu. Syahrul Efendi Dasopang. Mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) terpaksa berurusan dengan polisi gara-gara membawa buku berjudul SBY Antek Yahudi-AS? Suatu Kondisional Menuju Revolusi karya Eggi Sudjana.
Kasus yang lain juga terjadi atas sejumlah aktivis yang sedang mengadakan rapat konsolidasi gerakan, Kamis (20/1 2011). Menurut keterangan langsung dari Berry, penanggung jawab rapat, “ada tiga polisi yang sudah berjaga di lokasi. Dan saat kami mulai rapat, salah satu dari polisi itu ikut masuk ke ruang rapat. Karena di antara kita sudah saling kenal, kami langsung deteksi dini melihat polisi ‘nekat’ itu. Setelah ditanya, polisi itu mengaku dari Polsek Kebayoran Baru. Kami pun mempersilahkan untuk keluar dari ruang rapat.”
Tak hanya itu, saat salah seorang aktivis yang datang terlambat langsung dicegat di luar ruang rapat oleh para polisi itu dan ditanyai, “Kamu yang namanya Berry ya?”.
Sementara itu, peristiwa keji berdarah yang terjadi beberapa hari lalu terkait kasus pembantaian yang dilakukan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik-Pandeglang dan pembakaran Gereja di Temanggung, jelas-jelas merupakan upaya alih opini yang secara sistematis dilakukan untuk menenggelamkan berbagai pemberitaan yang muncul terkait merebaknya tudingan kebohongan pemerintahan SBY oleh tokoh lintas agama dan forum rektor serta carut-marutnya proses penegakan hukum terhadap kasus mafia hukum dan mafia pajak yang ditengarai melibatkan sejumlah elit politik dan birokrasi.
Pola-pola permainan tabir asap -smoke screen- seperti yang dilakukan di Cikeusik-Pandeglang dan Temanggung dengan menggunakan operasi intelijen adalah salah satu keahlian yang dimiliki oleh rezim Orde Baru dengan menghalalkan segala cara tanpa belas kasihan sekalipun harus mengorbankan rakyat demi mempertahankan kekuasaannya selama 32 tahun.
Lebih dari itu, kasus konflik antar umat beragama yang terjadi di Cikeusik dan Temanggung lebih terlihat sebagai sebuah upaya balas dendam yang dirancang dengan sistematis untuk mendelegitimasi tokoh lintas agama yang belum lama ini menuding SBY telah melakukan kebohongan publik.
Masih panjang lagi daftar prestasi SBY yang bahkan bisa dituliskan dalam sebuah buku tebal. Namun dari serba sedikit apa yang diungkap diatas, sudah lebih dari cukup untuk memperlihatkan kehebatan prestasi SBY yang mendekati apa yang telah dicapai oleh Soeharto semasa menjadi Presiden.
Satu hal yang membedakan SBY dari Soeharto, jika Soeharto menyembunyikan kekejamannya dibalik senyumannya, maka SBY menyembuyikan kekejamannya dibalik kesenduannya yang selalu mengharu-biru.
Terlepas dari perbedaan kecil tersebut, semua sikap dan tindakan politik SBY dengan sadar ditujukan untuk mengkonsolidasi semua dukungan politik dengan menggilas semua rival-rival politiknya dalam kerangka membangun oligarkhi kekuasaan baru demi melanggengkan rezim kekuasaannya. Bagi SBY tak soal jika tak lagi berkuasa sebagai Presiden ketika Ani Yudhoyono maupun Ibas Yudhoyono sudah ancang-ancang untuk menerima tongkat estafet kekuasaan dari SBY.
Tak pelak lagi, atas semua prestasinya itu SBY memang pantas dianugerahi gelaran Little Soeharto…
sumber: itempoeti.blogspot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar